PENGERTIAN RESENSI
Resensi /résénsi/ menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) adalah pertimbangan atau pembicaraan tentang nilai sebuah
hasil karya, baik itu buku, novel, majalah, komik, film, kaset, CD, VCD, maupun
DVD; ulasan hasil karya. Sedangkan kata "mengulas" itu sendiri
mempunyai arti memberikan penjelasan dan komentar, menafsirkan (penerangan
lanjut, pendapat, dsb), mempelajari (menyelidiki) dan kata "ulasan"
mempunyai arti kupasan, tafsiran, komentar.
Resensi berasal dari bahasa Latin, yaitu dari kata kerja revidere atau recensere. Artinya melihat kembali, menimbang, atau menilai. Arti yang sama untuk istilah itu dalam bahasa Belanda dikenal dengan recensie, sedangkan dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah review. Tiga istilah itu mengacu pada hal yang sama, yakni mengulas buku. Tindakan meresensi dapat berarti memberikan penilaian, mengungkap kembali isi buku, membahas, atau mengkritik buku. Dengan pengertian yang cukup luas itu, maksud ditulisnya resensi buku tentu menginformasikan isi buku kepada masyarakat luas
Secara singkat, resensi ialah
suatu tulisan atau ulasan mengenai nilai sebuah hasil karya. Tujuan resensi
adalah menyampaikan kepada para pembaca apakah sebuah buku atau hasil karya itu
patut mendapat sambutan dari masyarakat atau tidak.
Tujuan Resensi adalah:
Memberikan informasi atau pemahaman yang
komprehensif (mendalam) tentang apa yang tampak dan terungkap dalam sebuah
buku.
Mengajak pembaca untuk memikirkan,
merenungkan, dan mendiskusikan lebih jauh fenomena atau problema yang muncul
dalam sebuah buku.
Memberikan pertimbangan kepada pembaca apakah
buku itu pantas mendapat sambutan dari masyarakat atau tidak.
Setelah mengetahui definisi serta tujuan dari
resensi yang dibuat oleh resentator, kira-kira unsur apa saja yang terkandung
di dalam sebuah resensi ?
Novel Marmut Merah Jambu
Judul Buku : Marmut Merah Jambu
Genre Buku : Nonfiksi –
Komedi
Penulis
: Raditya Dika
Penerbit
: Bukuné
Tempat Terbit : Jakarta
Tanggal Terbit : 1 Juni 2010
Tebal Buku :
222 hlm ; 13×20 cm
Harga Buku : Rp 39.000
RINGKASAN
Cerita ini berawal saat Dika bercerita
tentang pertemuannya dengan seorang cewek yang pernah ditaksirnya pada masa
SMA, namanya Ina. Setelah sebelumnya sukses mengajak jalan cewek ini
(diceritakan di bab Pertemuan Pertama dengan Ina Mangunkusumo), kebiasaan itu
terus berlanjut tanpa ada kesan – kesan berarti bagi Ina. Mereka pun berpisah
karena Dika harus kuliah di Adelaide. Sampai kemudian mereka bertemu kembali.
Pada pertemuan mereka kemudian, Ina sudah bekerja di sebuah Event Organizer dan
Dika telah menjadi penulis. Mereka melakukan pertemuan seperti dahulu.
Di kesempatan itu, Ina curhat dengan Dika
tentang Anto, cowok yang selalu diceritakan Ina ke Dika pada masa SMA dulu dan
Ina ternyata masih menyimpan perasaan kepada Anto. Sampai akhirnya Anto bilang
ke Ina kalau dia sudah punya pacar, saat itu Ina mulai sadar akan keberadaanya.
Sebenernya di pertemuan ini Dika ingin memberi
tau Ina kalau dia lagi membuat buku baru, yaitu Marmut Merah Jambu yang akan
ada bab tentang perasaan cintanya tak terbalas pada Ina yang nggak pernah tau.
Saat itu, Dika dibilang berada dalam keadaan bingung untuk mengambil keputusan
bagaimana caranya untuk memberi tau Ina.
Akhirnya Dika mangatakannya juga pada Ina.
Tapi sebelum selesai bercerita…
‘…Di salah satu bab buku ini ada cerita
tentang cewek yang gak pernah bisa gue dapetin.’
Ina menaikkan alisnya, mulutnya kebuka
setengah, lalu dia ketawa sekenceng – kencengnya, ‘HAHAHAHAH! Cinta tak
terbalas? Serius? Lo ngapain peke nulis gituan segala sih?’
Muka Ina berubah jadi merah. Seolah – olah
dia baru diceburkan ke dalam kuali. Sedangkan muka gue juga berubah jadi merah.
Solah – olah gue ikutan nyebur dalam kuali, belepotan minta tolong.
“Bukan sama gue kan? Hahahahahah!” Ina
ngomong ngasal.
“Eeeeeeerrr yah bukan, masa sama elo, bukan,
iya lah bukan, hahahahah bukan hahahahah, gak segitunya, ge’er lo!” gue mulai
meracau. Kampret……
Ina menghela napasnya. Dia berkata, ‘Lo tau
gak sih. Menurut gue pemikiran yang bilang, “kita hanya bisa sempurna jika
ketemu dengan soulmate kita” itu pemikiran yang jahat banget.’
‘Maksudnya?’
‘Gini lho,’ kata Ina. Sekarang dia melihat ke
mata gue tajam. ‘Kenapa kita baru bisa dibilang komplit dengan kehadiran orang
lain itu? Kenapa gak dengan kehadiran sebuah barang, atau…atau hobi, baru kita
dibilang komplit? Kenapa harus dihubungkan dengan orang lain? Kenapa
kesempurnaan hidup kita, sebagai manusia, harus ditandai bahwa kita udah
bisa ketemu dengan soulmate kita?’
Bener juga sih… Bagaimana dengan para jomblo
abadi, yang mungkin mati sendirian? Bagaimana dengan orang yang memilih untuk
tidak pernah mencintai orang lain? Atau, ini yang paling parah: bagaimana
dengan orang yang cintanya selalu bertepuk sebelah tangan?
Unrequited love (cinta tak terbalas), adalah
hal yang paling bisa bikin kita ngis tanah. Untuk tau kalau cinta kita tak
terbalas, rasanya seperti bahwa kita tidak pantas untuk mendapatkan orang
tersebut. Rasanya, seperti diingatkan bahwa kita, memang tidak sempurna, atau
setidaknya tidak cukup sempurna untuk orang tersebut.
Cerita berakhir dengan memberikan kita
sesuatu momen perenungan yang intinya tentang keberadaan seseorang yang takkan
bisa kita lupakan sepenuhnya. Orang yang, (mengutip Charlie Brown yang sangat
suka selai kacang dari komik Peanuts) menghilangkan rasa selai kacang Dari
lidah kita. Buat Dika, Ina adalah orang yang menghilangkan rasa selai kacang di
lidahnya.
Yang awalnya Dika ingin membocorkan rahasia
isi bukunya, pada pertemuan itu pula Dika mengurungkan niatnya sampai akhirnya
buku ini terbit. Itulah hal ter-manis yang Dika lakukan.
Kemudian bab yang akan di review (kutip)
dalam resensi ini yaitu bab terakhir yang menjadi favorit saya
(peresensi). Di bagian bab Marmut Merah Jambu inilah kita bisa melihat
sisi aslinya sang penulis Raditya Dika.
….Dia melihat gue dan bilang dengan sungguh –
sungguh, ‘Kita bakalan kayak gini terus, kan?’
‘Aku pengen kita begini terus,’ kata gue,
sambil mempererat genggaman gue.
Saat itu gue sadar, inilah apa yang coba gue
(Dika) coba tulis di buku Marmut Merah Jambu ini: tentang bagaimana manusia
pacaran, tentang manusia jatuh cinta, tentang gue jatuh cinta. Dari
mulai bagaimana jatuh cinta diam – diam, sampai naksir via chatting. Dari
mulai susahnya mutusin cwek, sampai ditaksir sama cewek aneh. Dari mulai kita
nembak cewe, sampai akhirnya membuat janji seperti lazimnya orang pacaran
lainnya, seperti: kita bakalan kayak gini terus. Janji yang terkadang
gak bisa ditetapi.
Dika memulai buku ini dengan berusaha
memahami apa itu cinta melalui introspeksi ke dalam pengalaman – pengalaman
Dika sendiri. Dan di halaman terakhir Marmut Merah Jambu ini, Dika merasa…
tetap tidak mengerti, sama seperti Dika memulai halaman pertama.
Alih – alih seperti belalang, Dika merasa
seperti seekor marmut merah jambu yang terus – menerus jatuh cinta, loncat dari
satu relationship (hubungan) ke relationship yang lainnya,
mencoba terus berlari di dalam roda bernama cinta, seolah – olah maju, tapi
tidak… karena sebenarnya jalan di tempat. Seperti marmut yang tidak tau kapan
harus berhenti berlari di roda yang berputar.
Jadi, yang bisa pembaca ambil maknanya dari
buku ini adalah bagaimana kita bisa berkaca dari pengalamannya Dika untuk bisa
jadi lebih baik, bagaiman kita bisa menertawakan dan have fun dengan
kesalahan / kekeliruan / kekurangan yang kita miliki. Bukan berarti kita tidak
tau diri dan tidak punya malu. Hanya saja, ketika kita tak sengaja membuat
kesalahn, kita jangan terlalu terpekur, tertegun dan merenungi nasib hingga
depresi. Seharusnya, hal tersebut dapat dijadikan pengalaman untuk lebih baik,
tidak perlu sembunyi akan kesalahan tersebut, bahkan kita dapat
mengungkapkannya lewat sebuah cerita yang di tulis di blog yang akhirnya tak
disangka bisa dijadikan novel seperti Raditya Dika. Tentu saja dengan tujuan
agar kita bisa lebih baik dari waktu yang akan datang.
Hikmah lain yang bisa pembaca ambil juga
adalah, tentang kekompakan dan curahan kasih sayang sebuah keluarga. Yang
ternyata Dika sangat perhatian dengan adik – adiknya bahkan kucing peliharaan
keluarganya dibuatkan tokoh utama di salah satu bab dimana sang kucing
‘dimanusiakan’. Disini juga diceritakan sang mama yang sangat khawatir dengan
sunatan Edgar adik bungsu dika berharap segalanya berjalan lancar
(diceritakan di bab Balada Sunatan Edgar). Lalu tentang royalty buku –
buku Dika yang diperuntukan adik – adiknya. Cerita tentang ayahnya yang
sepertinya cuek tapi ternyata perhatian pada Dika dengan ngasih bingkisan lewat
orang suruhan ayahnya di detik – detik terakhir di bandara ketika Dika mau shooting
di Oz (diceritakan di bab Catatan Si Pemeran Utama dengan Muka Kayak
Figuran)
Ada juga cerita tentang sebuah perjuangan dan
konsistensi. Di bab yang bejudul Catatan Si Pemeran Utama dengan Muka Kayak
Figuran ini, diungkapkan mengenai proses pembuatan buku kambing jantan
hingga menjadi sebuah film. Awalnya Dika ditawari sebuag PH ternama yang bukan
merupakan PH yang akhirnya menjadikan film kambing jantan terwujud. Sampai
akhirnya, Dika bertemu dengan produser yang benar – bener mewujudkan
terealisasikannya film kambing Jantan walau dalam waktu yang cukup panjang dari
dibukukannya Kambing Jantan.
Buku Marmut Merah Jambu ini ditulis dengan
bahasa sehari – hari Dika atau bahasa khas gaul anak Jakarta. Disini kemampuan
Dika meramu kata – kata yang tak biasa dan menjadikannya humor telah jauh
berkembang. Buku ini seperti ditulis dengan pertimbangan yang lama dan panjang
untuk setiap kata – kata dan kalimat – kalimatnya. Dan yang paling luar biasa
dari karya Dika adalah kata – kata kontemplatif yang ditulisnya disetiap bab.
Dengan sukses membuat perasaan pembaca menjadi bercampur aduk, dalam buku ini
Dika membedahnya cukup baik dengan menembak dengan mengena pada bagian – bagian
tertentu yang bisa membuat pembaca termenung sejenak, mengingat hidup mereka,
kemudian bisa jadi berakhir dengan senyuman bahagia atau senyuman yang tak bisa
digambarkan dengan kata – kata, tertawa terbahak – bahak samapai teriris miris.
Dilihat dari fisiknya, buku ini lebih tebal,
dan lebih berbobot. Cover depannya memiliki warna yang lebih terang dan cerah.
Kertas yang digunakan juga mempunyai kualitas yang bagus. Terdapat pula
pembatas buku yang pada cetakan pertama berbentuk kaos dan cetakan kedua
berbentuk marmut.
KEUNGGULAN
dan KEKURANGAN BUKU
Keunggulan buku ini adalah :
1.
Bahasa
yang digunakan adalah bahasa sehari-hari dan itu mudah dipahami, karena
sebagian besar pembacanya adalah anak remaja.
2.
Alurnya
mudah dimengerti.
3.
Cover
depannya memiliki warna yang terang dan cerah.
4.
Kertas
yang digunakan mempunyai kualitas yang bagus.
Kekurangan buku ini adalah :
1.
Ada
beberapa kalimat yang tidak lengkap atau hilang pada beberapa bab.
2.
Ada
paragraf yang tidak selesai, sehingga membuat pembaca agak bingung dengan apa
yang sedang dibaca.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar